Artikel ini dikutip dari buku: Seputar Masalah Kehamilan dan Bayi Anda.
Anak merupakan pelengkap kebahagiaan bagi pasangan yang sudah menikah. Saat berkumpul dalam acara keluarga, sering muncul pertanyaan seperti, "Kapan rencana punya momongan?" atau mungkin "Sudah 'isi' belum?" dan lain sebagainya. Mungkin pertanyaan itu tidak menjadi persoalan bagi pasangan yang baru saja menikah, namun bisa menjadi topik sensitif bagi pasangan yang telah bertahun-tahun merindukan momongan. Pertanyaan basa-basi itu bisa membuat risau bahkan menimbulkan amarah.
Meskipun banyak pasangan yang ingin segera memiliki momongan setelah menikah, namun tidak sedikit pasangan yang sengaja menunda. Ada beberapa alasan megapa pasangan menikah menunda untuk memiliki anak.
Pertama, ketidak siapan secara materi. Dalam hal ini, pasangan memiliki ketakutan bahwa pendapatan mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan si buah hati.
Kedua, ketidaksiapan secara psikologis. Alasan ini muncul karena adanya ketakutan tidak bisa menjadi ayah dan ibu yang baik.
Ketiga, pasangan mendahulukan kepentingan lain. Misalnya, melanjutkan studi dan lain-lain.
Namun, penantian akan lahirnya buah hati bisa menjadi masalah didalam rumah tangga, bila keduanya tidak bisa menerima keadaan. Apalagi bila salah satu pihak menimpahkan kesalahan pada pasangannya. Biasanya dalam hal ini istri menjadi korban, padahal suatu pasangan tidak dikaruniai anak bukan karena masalah infertilitas tetapi juga masalah psikologi. Lantaran tak kunjung dikaruniai anak, ada pasangan yang depresi. Namun banyak pasangan tanpa anak yang menerimanya dengan pasrah, dan berfikiran positif.
Permasalahan yang muncul pada pasangan menikah tanpa anak justru disebabkan oleh sikap masyarakat atau lingkungan sekitar yang "menuntut" adanya anak. Baik "tuntutan" secara langsung, misalnya ayah atau ibu mertua yang terus menerus meminta cucu, maupun tidak langsung, mulai sekedar gunjingan ringan, hingga gosip menjengkelkan.
Jika di awal pernikahan konsep yang dipegang adalah memiliki memongan, maka ketidak hadiran si buah hati bisa menjadi masalah besar. Dalam banyak istri merasa lebih tertekan jika setelah beberapa tahun belum juga mendapatkan keturunan. Apalagi bila diketahui bahwa sang istri mempunyai masalah fertilitas, sehingga tekanan pun akan semakin besar. Dalam kasus tersebut, tak jarang muncul tekanan dari lingkungan, bahkan dari suami agar mengijinkan poligami. Sebagian istri akhirnya menyerah pada tekanan dan merelakan suaminya berpoligami. Tapi hal itu sangat kecil kemungkinannya, karena pada dasarnya tidak ada seorang istri pun yang rela suaminya menikah lagi atau pun diduakan.
ketidak hadiran buah hati ini bisa menimbulkan masalah ketika keduanya atau salah satu pihak tidak membuka pikiran untuk menerima keadaan dan mudah terpengaruh pada lingkungan sekitar. Ada yang tidak peduli namun ada juga sebagian pasangan yang terganggu dengan ketiadaan anak ini. Biasanya hal tersebut dikarenakan tidak adanya komunikasi dua arah diantara mereka.
Memang tidak semua pasangan mempermasalahkan ketidak hadiran si buah hati di tengah-tengah mereka. Namun tetap dibutuhkan kedewasaan sikap dan toleransi yang sangat besar pada masing-masing pihak. Setidaknya mereka perlu memaham bahwa ketidakmampuan memiliki keturunan bukan semata-mata kesalahan pasangannya (istri atau suami). Apapun kondisinya masing-masing pihak harus saling mendukung dan mengupayakan solusinya. Duduk bersama dan mendiskusikan bagaimana cara terbaik untuk menghadapi kenyataan tersebut tanpa ada campuran tangan orang ketiga (misal: orang tua, mertua, kakak, atau lainnya). Oleh karena itu sebelum menikah setiap pasangan harus benar-benar mengenal pasangannya, mulai dari sifat baik dan jeleknya, kebiasaan-kebiasaan positif dan buruknya, cara dia mengambil keputusan, sampai pola keluarga dari masing-masing pasangan.
Hal tersebut perlu diketahui agar tidak ada penyesalan dan kekecewaan yang tak perlu, yang baru muncul setelah pernikahan. Pada saat timbul masalah itulah hal-hal positif dari seseorang akan terlihat. Setiap pasangan menikah seharusnya berpikir untuk saling melengkapi bukan hanya memikirkan masalah anak yang tidak kunjung hadir. Mereka yang mempunyai kedewasaan berpikir akan melihat bahwa anak hanyalah titipan Allah dan bukan milik kita sepenuhnya.
Patut pula dipahami bahwa setiap orang mempunyai kelebihan dan kelemahan, tidak ada yang sempurna. Oleh karena itu ketika anak tak kunjung hadir dalam kehidupan berumah tangga, jangan pernah berpikiran negatif terhadap pasangan kita. Tetap yakinkan dalam hati kalau ia adalah jodoh kita.
Mereka yang mengharapkan buah hati hadir di tengah keluarga sebaiknya tidak saling menyalahkan dan menuduh siapa penyebabnya. Karena yang dibutuhkan untuk mengatasi persoalan tersebut adalah bersama-sama mengupayakan solusi. Apakah sependapat untuk mengadopsi anak, bayi tabung, atau justru sepakat untuk sama sekali tidak melakukan keduanya. Ada pasangan yang berpikir bahwa untuk membagikan kasih sayang tidak perlu kepada anak kandung saja, tetapi juga kepada keponakan atau anak-anak di lingkungan sekitarnya. Namun sebelum mereka mengambil keputusan maka hal utama yang harus dilakukan adalah berfikir secara matang, jangan terburu-buru, sehingga salah satu dari mereka meresa tidak sreg.
Umpamanya, diputuskan untuk mengadopsi anak. Jangan sampai keputusan tersebut diambil karena desakan dari salah satu pihak. Karena bila terjadi itu, maka yang kasihan adalah si anak adopsi itu. Anak itu tidak akan mendapat limpahan kasih sayang, dan perawatan secara optimal. Tidak jarang pasangan tanpa anak yang mengadopsi anak bisa membuat hubungan mereka menjadi lebih rileks. Kondisi yang lebih santai dan ceria karena adanya anggota baru dalam keluarga biasanya akan menumbuhkan kondisi psikologis yang lebih sehat. Namun mengadopsi anak bukanlah satu-satunya pilihan bagi pasangan yang tidak kunjung mendapatkan keturunan. Jika ketidak hadiran anak ini disebabkan oleh gangguan medis maka masalah itu bisa diatasi dengan bantuan dan terapi medis pula.
Namun jangan mengadopsi anak hanya sebagai upaya pancingan agar punya anak. Sebagian masyarakat percaya, bahwa mengadopsi anak dapat memicu hadirnya anak kandung. Cara seperti itu bisa jadi hanya akan membuat si anak terlantar. Sebaiknya sebelum pasangan memutuskan untuk mengadopsi anak, tanyakan kembali pada diri masing-masing apakah betul membutuhkan seseorang untuk hadir di tengah-tengah mereka?.
Ekspresi kesedihan karena lama tidak mendapatkan anak, biasanya lebih terlihat pada istri. Oleh karena itu suami sebaiknya bisa memahami kondisi tersebut. Dengarkanlah setiap keluhan si istri. Hibur sang istri dalam mengisi hari-harinya agar tetap menyenangkan. Jangan menjadikan ketidak hadiran anak sebagai masalah besar dalam keluarga. Dan yang lebih penting adalah, belum hadirnya buah hati, jangan sampai mengurangi kadar kemesraan suami istri. Mereka bisa menjalankan aktifitas sehari-hari seperti biasanya dengan saling memberi motivasi. Bagaimana agar pasangan menjadikan kehidupan ini tetap bermakna, tanpa mengurangi kadar kasih sayang diantara mereka, maupun pada anak-anak.
Berusaha serta tawakkal kepada Allah lah merupakan jalan keluar. Saling mengerti dan menerima segala kelebihan dan kekurangan pasangan akan menjadikan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah....... Amin....
0 komentar:
Posting Komentar